Jakarta – Rabu (05/04/2023), Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 19 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative Yaitu ;
- Tersangka GRACIO MARCELINO PALIT dari Kejaksaan Negeri Minahasa yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka I HANSYE MAIKEL SORITON dan Tersangka II HENLY STEVANUS SORITON dari Kejaksaan Negeri Minahasa yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
- Tersangka ORAL NOUKE SUMOLANG dari Kejaksaan Negeri Minahasa yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka RISKY WENAS dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka PASCAIL KARWUR dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka MUHAMAD ROMADON bin HAFIZ alias DODON dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka RACHMAT ABIDIN alias ABIDIN bin UJANG JUNAIDI dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka RIZKY DWI PUTRA dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka WAHYUDI SAPUTRA dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka YUDA PRATAMA dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka MUHAMMAD ADI SULUNG dari Kejaksaan Negeri Gresik yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka SYAIFUL AMIN bin SAIDIN dari Kejaksaan Negeri Bangkalan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka FRANGKY bin SURATMAN dari Kejaksaan Negeri Surabaya yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka MUNA NABILA binti MUHAMMAD ZUHRI dari Kejaksaan Negeri Tuban yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- Tersangka ACHMAD AFFANDI dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- Tersangka ALFIAN UMBU BOLODADI bin alm. ENOS BULU dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka STEFFANI CICILIA alias CICILIA anak dari BUDI SUSANTO dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan subsidair Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
- Tersangka MAURITS KAREL WAKUM dari Kejaksaan Negeri Biak Numfor yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka RYAN WAHYUDI alias RYAN dari Kejaksaan Negeri Makassar yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Melalui siaran persnya Nomor: PR – 436/015/K.3/Kph.3/04/2023 Kapuspenkum Kejagung Dr. KETUT SUMEDANA menjelaskan ke media adapun Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1) (sumber Kapuspenkum Kejagung) *sf)