Mon. Oct 14th, 2024

PesisirNasional.com – Keputusan pemerintah untuk melebur Lembaga Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan (Litbangjirap) ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) digugat oleh peneliti ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan sidang terdaftar pada perkara nomor 46/PUU-XIX/2021 beragendakan pemeriksaan atau pembuktian terkait gugatan oleh pemohon untuk pasal 48 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek).

Gugatan itu pun diajukan dua orang pemohon yakni, Peneliti madya sekaligus aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Hukum dan HAM Eko Noer Kristiyanto dan anggota Dewan Riset Daerah DKI Jakarta Heru Susetyo.

Mereka menguji kata 'terintegrasi' pada Pasal 48 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2019. Pasal itu berbunyi “Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional”.

“Sejak adanya ketentuan peraturan presiden (PP) yang bersumber pada Pasal 48 UU Sisnas Iptek tersebut itu membubarkan seluruh lembaga-lembaga penelitian dan juga Litbang Jirap, penelitian, pengkajian, dan penerapan, teknologi, seperti LIPI, Lapan, BPPT, Batan, dan juga termasuk dewan riset daerah,” kata kuasa hukum pemohon, Zainal Arifin Husein saat sidang yang disiarkan kanal Youtube MK, Selasa (21/9).

Termasuk, lanjut Zainal, saat ini juga turut membubarkan litbang-libang yang tersebar di 48 kementerian dan akan digabung seluruhnya di lembaga yang disebut Brin. Sehingga keadaan ini membuat para peneliti menjadi resah atas kebijakan tersebut.

“Jadi keadaan seperti ini membuat para peneliti menjadi resah, termasuk prinsipal ini mau dikemanakan hak-haknya sebagai peneliti. Dan juga yang lebih mereka konsern prihatin ini dunia iptek menjadi tidak jelas,” ujarnya.

“Hal-hal yang seperti ini juga sebenarnya yang mulai, banyak keluhan-keluhan dari peneliti di luar ya baik itu di Litbang Kementerian, maupun lembaga-lembaga yang sebenarnya mengadu. Tetapi kondisinya mereka hanya bisa mendukung upaya adanya suatu justifikasi terutama terhadap pasal 48 UU 11 tahun 2019,” lanjut Zainal.

Alhasil pemohon, kata Zainal, menganggap hak konstitusional pemohon telah dirugikan oleh berlakunya ketentuan pasal tersebut karena frasa “yang diintegrasikan” pada pasal a quo dianggap multitafsir.

Oleh karena itu, dalam petitumnya pemohon, meminta kepada Hakim Mahkamah menyatakan frasa “terintegrasi” Pasal 48 Ayat 1 dan frasa “antara lain” dalam Penjelasan Pasal 48 Ayat 1 tidak bertentangan dengan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945 dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“Sepanjang dimaknai badan riset dan inovasi nasional adalah badan yang hanya melakukan fungsi koordinasi menyusun, merencanakan, membuat program, anggaran, dan sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan,” ujarnya.

Maupun, menyatakan frasa “antara lain” dalam Penjelasan Pasal 48 Undang- undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi sebagaimana diubah dalam Pasal 121 dan Penjelasan Pasal 121 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menanggapi pemaparan tersebut, Ketua Majelis Hakim MK Enny Nurbanin meminta kepada kuasa pemohon dan pemohon untik memperkuar argumentasi dalam materi gugatanya termasuk mengupayakan untuk adanya komparasi dengan negara lain terkait peleburan lembaga-lembaga sebagaimana yang diterapkam para Brin.

“Saya juga tadi setuju nih kalau nanti anda bisa mendapatkan komparasinya dengan negara lain. Mungkin Pak Heru sebagai prinsipal apakah di negara lain itu punya lembaga lain yang sejenis Brin itu apakah ada lembaga yang mensatu atapkan lembaga-lembaga peneliti itu,” jelasnya.

Sementara pada kesempatan lain, Kuasa Hukum Pemohon Wasis Susetio menyatakan bahwa peleburan lembaga penelitian dalam satu institusi Brin akan memberikan dampak negatif terhadap dunia ilmu pengetahuan

“Bahwa sebanarnya kita tidak bisa tutup mata bahwa ada dampak yang luar biasa di dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dan mungkin saja ini merambah segala lini yang menyentuh dunia sains kita,” kata Wasis saat konferensi pers virtual secara terpisah, Selasa (21/9).

Padahal, kata Wasis, ilmu pengetahuan seharusnya menjadi modal utama sebagai kemajuan bangsa dan negara yang semestinya menjadi perhatian dari pemerintah.

“Karena tidak mungkin yang namanya dunia saat ini kalau iptek lemah, ya kita hanya jadi bangsa pasar saja, bangsa konsumen,” katanya. [gil]

Sumber: Merdeka

By redaksi