PesisirNasional.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengadukan kekerasan dialami tenaga medis di Pegunungan Tengah, Papua, kepada internasional. Bahkan satu orang tenaga kesehatan meninggal dunia akibat jatuh ke jurang saat berusaha menyelamatkan dari amukan kelompok separatis teroris (KST).
Dalam perjanjian dan aturan hak asasi manusia internasional di Genewa dan telah diratifikasi dalam hukum Indonesia, penyerangan terhadap tenaga medis dan masyarakat sipil masuk dalam kategori pelanggaran hukum internasional.
“Kita sarankan harus berani ngomong ke internasional, bahwa ini ada kondisi begini di mana tenaga kesehatan kita tidak terlindungi,” ucap Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik, dalam webinar, Sabtu (25/9).
Tidak hanya tenaga kesehatan, kelompok tersebut juga menyerang masyarakat sipil. Itu sebabnya, Komnas HAM sangat mendorong, baik IDI, asosiasi tenaga kesehatan hingga komunitas masyarakat sipil mengadu ke ranah internasional karena hingga saat ini negara-negara lain bergeming atas konflik di Papua akibat ulah KST.
“Jadi, serangan-serangan terhadap warga sipil dan tenaga medis itu pelanggaran yang sangat serius terhadap hukum internasional tetapi saya belum melihat internasional ini bereaksi,” lugasnya.
Taufan bercerita, saat menemui langsung tenaga kesehatan sekaligus korban kekerasan kelompok teroris di Papua. Menurutnya, mereka sangat memohon negara memberikan perlindungan apalagi mereka tengah mengemban misi kemanusiaan.
Permintaan tersebut, diasumsikan Taufan bahwa perlindungan negara terhadap masyarakat sipil di wilayah konflik belum berdampak signifikan.
Komnas HAM, kata Taufan, bukan abai atas kondisi keamanan masyarakat sipil dan tenaga kesehatan di Papua. Dia mengaku, Komnas HAM perwakilan Papua sering melakukan pertemuan dengan kepala daerah setempat untuk menekan sekaligus memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat sipil.
“Secara langsung sudah sampaikan waktu kita bertemu dengan Pak Kapolda sudah kita sampaikan kita bertemu dengan Pak Kapolda itu rutin bertemu dengan kepala daerah itu rutin.”
Sebelumnya, Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua berharap para tenaga medis dan pendidik di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, segera diungsikan ke tempat yang lebih aman. Permintaan ini menyikapi meningkatnya eskalasi keamanan di Papua akhir-akhir ini.
Ketua Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua, Befa Yigibalom, mengatakan tidak ada pilihan lain Bupati Pegunungan Bintang diharapkan segera menarik tenaga medis, pendidik di wilayah sekitar kejadian ke ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang yakni Distrik Oksibil.
“Memang jalur darat dari Distrik Kiwirok belum terhubung ke daerah sekitarnya sehingga daerah seperti ini harus diperhatikan dengan serius,” ujarnya. Demikian dikutip dari Antara, Sabtu (18/9).
Menurut Befa, pihaknya juga menyampaikan turut berduka cita dan memberikan penghormatan yang tinggi kepada tenaga medis, terutama korban yang sampai kehilangan nyawanya dan berharap keluarga diberikan kekuatan.
“Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua mengutuk keras tindakan tersebut,” ujar Befa yang juga merupakan Bupati Lanny Jaya.
“Eskalasi di Kabupaten Pegunungan Bintang ini perlu disikapi serius oleh berbagai pihak dan diambil tindakan tegas terukur sehingga tidak meninggalkan benih-benih kekerasan yang sama,” ucap dia.
Dia menambahkan, dirinya mengaku mengenal suku-suku di Pegunungan Bintang terutama suku Ngalum yang merupakan memiliki nilai budaya luhur yang tinggi, memiliki moral dan nilai-nilai baik, mengasihi juga jauh dari tindakan kekerasan.
Tenaga medis menjadi korban kekerasan kelompok separatis teroris Papua yaitu suster Gabriela Meilan (22). Ia gugur saat mencoba melindungi diri dari kelompok teroris tersebut.
Jenazah, Gabriela pun telah dimakamkan di Jayapura.
“Sudah dimakamkan sore (22/9) di Jayapura,” kata Danrem 172/PWY, Brigjen Izak Pangemanan saat dihubungi, Kamis (23/9). [lia]
Sumber: Merdeka