PesisirNasional.com – Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bagaimana mantan penyidik KPK dari Polri, Stepanus Robin Pattuju, bertransaksi atas suap yang diterima. Dia kerap mencari lokasi safe house untuk melakukan transaksi suap dengan pengacara Maskur Husain
“Terdakwa juga mencari lokasi (safe house) guna tempat bertemu terdakwa dengan Maskur Husain dan pihak lain untuk melakukan serah-terima uang,” tulis jaksa dalam dakwaan Robin sebagaimana dibacakan saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (13/9).
Selain menerima uang suap secara langsung, Robin juga kerap menerima uang melalui rekening. Penerimaan suap terjadi sejak Juli 2020 hingga April 2021 melalui rekening adik dari teman wanita, Robin Riefka Amalia.
“Bahwa pada tanggal 2 Juli 2020, Riefka Amalia (adik dari teman wanita terdakwa) membuka rekening tabungan BCA atas permintaan dan demi kepentingan terdakwa atas nama Riefka Amalia. Kartu ATM rekening tersebut dipegang terdakwa,” ungkap jaksa.
Sebelumnya, Robin didakwa menerima uang sebesar uang Rp11 miliar dan USD 36 ribu atau setara Rp11,538 miliar, bersama pengacara Maskur Husain.
“Terdakwa bersama Maskur Husain menerima hadiah atau janji berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp11.025.077.000 dan 36.000 dolar AS atau setidak-tidaknya sejumlah itu,” kata jaksa.
Uang yang diterima Robin bersama Maskur diterima dari lima pihak beperkara yang sedang ditangani lembaga antirasuah tersebut. Dengan rincian dari Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial sejumlah Rp1.695.000.000.
Kemudian, dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Partai Golkar Aliza Gunado sejumlah Rp3.099.887.000 dan 36.000 dolar AS. Lalu, Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507.390.000; Usman Effendi sejumlah Rp525.000.000; serta mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp5.197.800.000.
Sehingga jika ditotal bersama mata uang dolar AS, yaitu 36 ribu, bila dikurskan sekitar Rp513.297.001. Alhasil Robin bersama Maskur mendapatkan uang sekitar Rp11.538.374.001.
Atas perbuatannya, Robin terancam pidana dalam Pasal Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP. [lia]
Sumber: Merdeka